3 Des 2011

Cerita Pendek : PERTOLONGAN ALLAH

PERTOLONGAN ALLAH BAGI ORANG
YANG SABAR DAN MENGERJAKAN SALAT
Oled Drs Nur Yasin Ahmad
diilhami dari kitab kecil Usfuriyah

I.       MASA KECIL RIYANTO DAN ADIKNYA RIYADI
Pada suatu desa ada sebuah keluarga yang beragama Majusi, Pask Simo begitu ia akrab dipanggil, Pak Simo punyya dua orang putra namanya Riyanto dan adiknya Riyadi. Keduanya adalah buah hati pak Simo yang selalu dimanjakan namun Pak Simo tidak lupa mendidiknya terutama pendidikan agama yang ia pegangi yaitu agama Majusi yang menjadi penyembah api sebagai Tuhan mereka. Riyanto dan Riyadi selalu teku mempelajari agama nenek moyangnya itu, keduanya anak – anak yang cerdas dan tidak pemalas, meski keduanya dimanja oleh orang tuanya. Mereka termasuk anak periang dan mudah dalam bergaul, sehingga disukai oleh teman – temannya. Mudah dalam menyesuaikan diri karena mereka termasuk anak – anak penurut apabila diberi nasehat, meskippun nasehat itu datang dari teman sebayanya.

II.    PEMUDA PENYEMBAH API BERTEMU DENGAN SHOLEH
Hari berganti hari, minggu bulan tahunpun berganti, melaju terus seperti roda pedati, Riyanto dan Riyadi itu keduanya tumbuh dewasa menjadi pemuda yang gagah dan menawan, dan selalu ceria serta menjaga persahabatan baik kepada siapapun tanpa ia memandang si miskin atau si kaya. Meski mereka berdua telah diserahi perusahaan oleh ayahnya yang memang tergolong konglomerat itu, namun mereka selalu mencari pengalaman dan belajar, karena mereka itu telah bertekad diwaktu muda digunakan untuk menumpuk ilmu pengetahuan, disamping sudah pasti berjuang menyebarkan agama majusi karena mereka kini telah menjadi pemeluk agama yang diwariskan ayahandanya itu yaitu agama yang menyebut api sebagai Tuhannya, sumber pemberi hidup dan penyelamat sekaligus dianggap penolong bagi hidupnya, juga pemberi berkah yang menjadi tumpuan umat manusia.
Pada suatu hari mereka dalam penggembaraan hidupnya dijumpai seorang pemuda yang beragama Islam, Sholeh begitu ia akrab dipanggil. Seperti kebiasaannya Riyanto dan Riyadi tidaklah memandang dalam berteman siapa tahu dari orang ini akan didapat pengalaman baru yang menjadi bekal dalam hidupnya, begitulah prinsip hidup yang dipegangnya.
Memang benar dari pemuda yang bernama Sholeh ini mereka mengenal agama Islam meski hanya sedikit, yaitu agama yang menyembah Allah Tuhan yang Maha Esa, Raja dari semua Raja, pencipta langit beserta isinya, Penguasa jagad raya ini termasuk di dalamnya api yang menjadi sembahan dan juga menjadi Tuhan Riyanto dan Riyadi.
Begitulah penuturan Sholeh tentang Islam kepada keduanya sehingga menjadi bahan renungan dan menjadi pemikiran dikala mereka berdua hendak beranjak tidur.

III. BERPIKIR MENINGGALKAN AGAMA MAJUSI
Dari perkenalannya dengan pemuda yang bernama Sholeh itu rupa – rupanya betul sangat berkesan di dalam pikiran mereka berdua, kenapa tidak Tuhan api yang mereka sembah ternyata masih ada Tuhan lain yaitu Allah SWT. mereka berpikir seperti apa Tuhan Sholeh itu, dimana pula harus dijumpainya. Demikian pemikiran dan perdebatan kakak beradik tersebut.
Waktupun terus berjalan sesuai dengan perputarannya, lama sudah mereka tak pernah bertemu dengan Sholeh, hingga mereka berkeluarga dan masing – masing punya seorang anak. Sholeh tak pernah terlihat lagi kabarnya ia merantau di negeri orang guna menimba ilmu pengetahuan. Namun diperoleh kabar dari ibunya Sholeh hendak pulang bulan depan tentunya tidak merantau lagi karena sudah dianggap cukup ilmu yang diperolehnya untuk diabdikan kepada masyarakat lagi pula umurnya telah beranjak dewasa yaitu telah berkepala tiga, jadi mestinya telah berkeluarga.
Selama ini sebenarnya Sholeh sering mengirim buku – buku bacaan yang bernuansa Islam yang ditujukan kepada Riyanto dan Riyadi agar dipelajari sebagai bahan pertimbangan, karena Sholeh itu mereka ingin sekali mempelajari Islam lebih mendalam lagi dan bagaimana seandainya mereka berdua meninggalkan agama nenek moyang mereka yang tidak begitu masuk akal itu.
Demikianlah sebenarnya iman mereka terhadap agama Majusi semakin menipis hingga disuatu hari Riyadi bertanya kepada kakaknya :
Riyadi       : Kak… bagaimana pandapatmu tentang Tuhan kita?
Riyanto     : Bagaimana maksudmu ?
Riyadi       : Kita ini telah bertahun – tahun menyembah dan mensucikan api sebagai Tuhan , tentu Tuhan kita ini akan sayang dan tidak akan menyakiti atau akan membakar kita  bila kita memegangnya.
Riyanto     : Ya…, aku sependapat denganmu, Tuhan tentunya maha Pengasih dan Penyayang.
Riyadi       : Kau lebih tua dari aku tentu kau lebih lama menyembahnya, cobalah kau letakkan tanganmu di atas api itu.
Riyanto     : Saya tidak berani, saya kurang yakin, kau sajalah dik yang mencobanya.
Begitulah pembicaraan kedua kakak beradik itu yang akhirnya Riyadi dnegan perasaan yag was – was tangannya di julurkan ke dalam api yang menyala yang barusan disembah dengan penuh kekhushukan itu.
Aduh ….!!! Riyadipu menjerit kesakitan hatinya sangat kecewa dan sedih menahan sakit, Tuhan yang selama ini disembahknya tak sedikitpun berbelas kasihan kepadanya. Riyadipun mengumpat : Dasar….!! Berpuluh – puluh Tahun kau kusembah dan kusucikan, dasar apu tak punya perasaan ternyata kau bakar juga tanganku.
Sementara itu dalam keadaan yang kesakitan seperti itu terlintas temannya Sholeh yang bertuhan Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang tidak seperti api yang bisanya hanya membakar, menghancurkan dan menyakitinya. Kapan pula akan bertemu dengannya, ingin aku segera bertemu.

IV. MASUK ISLAM DENGAN PENUH KESADARAN
Sholeh adalah pemuda perantauan yang sudah bertahun – tahun ia tak pulang ke kampong halaman, kini ia telah dirumah dan berniat mengamalkan ilmu yang diperolehnya. Pada suatu hari setelah kejadian Riyadi mencoba memegang api itu kedua kakak beradik itu berkunjung ke tempatnya Sholeh dan menuturkan kejadiannya seraya memperlihatkan tangan Riyadi yang terbakar. Sholeh tersenyum kemudian berkata : “Seandainya kau tahu, menurut ajaran agamaku, api itu hanyalah makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT, Sang Maha Pencipta, pencipta langit dan bumi seisinya Dialah yang wajib disembah dan wajib kita agungkan.”
Riyadi dan Riyanto terdiam mereka hanya manggut – manggut seraya mengiyakan perkataan Sholeh.
Kemudian mereka tuturkan pula keinginan mereka untuk meninggalkan agama Majusi yang dipeluknya, karena sesungguhnya mereka telah lama tertarik dengan ajaran – ajaran agama Islam lewat membaca buku – buku yang dikirim oleh Sholeh selama ini, namun tidaklah tahu apa yang harus diperbuat. Maka kedatangan mereka kali ini sebenarnya ingin minta petunjuk sekaligus masuk Islam. Bagaimana caranya agar menjadi orang Islam apa yang harus dikerjakan.
Sholeh dengan nada yang sangat bahagia ia memberikan petunjuk dan nasehat – nasehat seraya menyebutkan rukun Islam yang ada lima :
1.      Adalah membaca dua kalimat syahadat.
2.      Menunaikan salat lima waktu sehari semalam.
3.      Berpuasa di bulan Ramadhan.
4.      Mengeluarkan zakat kepada Faqir dan Miskin.
5.      Menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.
Kemudian dihadapan Sholeh saat itu pulalah Riyanto dan Riyadi membaca dua kalimat Syahadat :ASYHADU AN LAILAHA ILLALLAH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR ROSULULLOH. “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”
Lalu diajarkannya pula leh Sholeh cara – cara mengerjakan sholat dan bacaan – bacaannya serta sarat dan rukunnya.

V.    RIYANTO MURTAD MENINGGALKAN ISLAM
Sekembali dari rumah Sholeh setelah ia membaca dua kalimat sahadat, Riyanto dan Riyadi menceritakannya kepada keluarga terutama kepada ayahanda perihal mereka berdua telah masuk agama Islam dan mereka amat senang mendengar petunjuk – petunjuk dari Sholeh kepadanya.
Seketika itu Ayah mereka murka, mukanya merah, dahinya berkerut dan mengancam mereka berdua kalau tidak tinggalkan Islam dengan segera dan kembali lagi ke agama Majusi, keduanya tidak lagi dianggap anaknya yang berarti pula semua harta warisan, tempat tinggal dan perusahaan yang dipercayakan harus dicabut kembali.
Bagi Riyadi hal itu tidaklah membawa pengaruh, namun Riyanto kakak Riyadi ternyata imannya belum begitu mantap makanya saat Allah mencoba seperti itu berubahlah kembali pikirannya dan tidak sekali – kali berani meninggalkan agama nenek moyangnya itu, ia tidak sanggup hidup menjadi seorang gelandangan seperti bayangannya.
Bagi Riyadi dia telah bulat yakin akan kebenaran Islam meski rintangan apapun yang dihadapu maka tidaklah akan menggoyahkan imannya, meskipun kakak satu – satunya telah membujuk agar kembali lagi ke agama Majusi, ancaman dari ayahandanya atau apa lagi, sekali melangkah pantang kembali menyerah kalau itu diyakini kebenarannya.
Maka dengan tegas ia berkata : “Kalau demikian keinginan ayahanda maka ambillah semua harta itu, aku akan hidup sendiri, tidaklah pantas aku yang sudah beristri dan berputra bergantung kepada ayahanda.”
Bagaikan kilat menyambar, pernyataan Riyadi disambut dengan hardikan sang Ayah, “Pergi…!! Jangan kau kembali hai anak durhaka, enyahlah dari hadapanku!!” dengan langkah yang amat beratdan disertai isak tangis anaknya, Riyadi menggendong buah hatinya itu dan diikuti Rofiqoh istri tercintanya yang memang seorang istri yang setia selalu dapat membesarkan hati suaminya, mengikuti langkah yang telah diyakini kebenarannya kemanapun hidup hendak dibawa.

VI. KEEADAAN HIDUP RIYADI DISAAT AWAL MASUK ISLAM
Sejak Riyadi dan istri serta anaknya diusir dari rumah mereka, mereka mengalami cobaan yang amat berat, terutama masalah ekonomi, ia yang biasa hidup digedung berbintang kini harus hidup di sebuah gubug yang reot yang kumuh, di pinggiran hutan tidur beralaskan Koran dan hidup serba kekurangan.
Sejak hari pertama mereka menempati rumah tua itu mereka makan apa yang ada disekitarnya, daun – daunan ataupun buah – buahan, itupun kalau ada. Riyadi setiap hari selalu pergi ke pasar hendak mencari kerja, kalau – kalau nanti didapatinya rizki untuk sekedar bertahan hidup. Namun rupa – rupanya cobaan Allah belum berakhir ia selalu ditolak bila melamar pekerjaan terlebih yang sangat menyakitkan apabila ia melamar di sebuah restaurant ataupun rumah makan untuk kerja apa saja, jadi pelayan atraupun tukang cuci piringpun ia mau, tetapi bos – bos itu selalu mengejek : “Ha… ha… ha…, seorang direktur perusahaan kok ingin jadi tukang cuci piring, emangnya lelucon…!!”
Begitulah penderitaan yang dialami oleh Riyadi dan keluarganya. Kini enam hari sudah ia genap mencari kerja tak ada satupun yang ia jumpai, setiap hari ia berangkat ke pasar dan apabila telah berputus asa maka waktunya ia habiskan di masjid mengabdikan diri kepada Allah buntuk berdo’a, shalat ataupun berdzikir, memohon dan berserah diri kepada Allah Tuhan yang sekarang ia percayai.
Hari ini hari ketujuh ia berangkat ke pasar mencari pekerjaan, bertepatan dengan hari jum’at yaitu hari berkumpul bagi orang Islam di masjid melaksanakan shalat berjamaah jum’at. Sambil melangkahkan kaki perasaan Riyadi hanya diliputi rasa malu dan iba kepada anak dan istri, yang seminggu sudah ia makan daun – daunan dan buah yang ada disekeliling rumahnya tanpa nasi ataupun roti sebagai pengganjal perut mereka, terlebih sepulang dari pasar ia ditanya istri, “Mas, apa yang kau peroleh ? apa yang kau bawa untuk anakmu ?” batin Riyadi menjerit seperti disayat – sayat dada rasanya sesak, iapun tak mampu menjawab hanya menggeleng – gelengkan kepalanya.
Hari telah beranjak siang, azan shalat Jum’at telah dikumandangkan Riyadipun tak kunjung dapat kerja, akhirnya ia putuskan untuk menunaikan shalat jum’at, menyerahkan kenyataan pahit ini kepada Allah semata karena jiwa dan raganya telah dipasrahkan kepada Allah yang Amaha Mengetahui dan ikhlas memberi rizki.
Seperti biasanya sehabis shalat ia memohon kepada Allah, dalam do’anya ia mengatakan, “Ya Allah ampunilah dosaku dan bukakan segala kesulitanku, berilah hajatku serta sampaikan semua keinginanku, engkau Maha Pengasih dan Penyayang tidakkah akan memberi cobaan kepada hambanya diluar kemampuannya… amin.”

VII.    PERTOLONGAN ALLAH TELAH DATANG
Shalat jum’at telah usai, Riyadi sendiri masih berada di masjid semua orang telah pulang, ia hanya duduk termenung meratapi nasib yang baru menimpanya, ia bergumam sendiri memelas sambil bersandar diiserambi Masjid, “Ya Allah… kenapa Kau beri cobaan seberat ini, tujuh hari dan tujuh malam sudah anak dan istriku kelaparan, tak sesuap nasipun dimakannya, haruskah aku mengemis? Pantaskah aku mengemis pada manusia? Ya Allah… kepadaMulah aku menyembah dan kepadaMulah aku minta pertolongan, berikan karunia dan rizkiMu bukankah telah kuserahkan seluruh hidupku padaMu?
Begitulah batin Riyadi bergemuruh sedih, lalu terbersit dalam pikirannya hendak mengisi karung beras yang dibawanya dari rumah untuk sekedar menghibur anak dan istrinya agar tersenyum meskipun sekejap, yang selama ini senyum itu telah hilang ditelan kesedihan dan kelaparan. Memang benar diisinya karung beras itu dengan pasir yang tertumpuk dihalaman masjid, tak terasa Riyadi meneteskan air matanya sambil memenuhi karung tersebut.
Selang beberapa waktu haripun telah menjadi sore, karung itupun dibawanya pulang kerumah, tampak dari kejauhan si istri dan anak buah hatinya telah lama menunggu untuk menyambut sang ayah tercinta pulang dari kerja, yang kali ini tak seperti biasanya wajahnya tampak berseri – seri, tak terdengar lagi tangisan hanya keceriaan yang nampak diwajah mereka. Sudahkah mereka makan? Sudahkah mereka semua kenyang? Makanan darimana? Ataukah dia murtad dan diberikannya makan dari orang tuanya? Atau karena aku membawa karung ini? Ah… entahlah!
Riyadipun bisu menahan seribu pertanyaan, apalagi iapun sangat khawatir apabila ditanya apa yang ia bawa, meski di jawab apa? Makanya ia hanya diam kecuali sepatah kata salam yang keluar dari mulutnya.
Tiba – tiba Riyadi terkejut setelah masuk pondokannya di dalam ternyata telah tersedia makanan yang beraneka ragam dan lezat – lezat, maka timbul kembali pertanyaan – pertanyaan dalam pikirannya, apakah yang dikerjakan istriku dirumah? Makanan darimana? Kenapa pula sudah ada meja dan kursi serta perabotan lainnya?
Disaat kebingungan seperti itu tiba – tiba Rofiqoh dengan suara yang halus berkata, “Mas, jangan terkejut dan jangan terlalu heran, ini semua adalah pemberian dari Allah upah kerjamu kepadaNya selama ini.
Kemudian Rofiqoh menceritakan kejadian yang sebenarnya bahwa tadi saya telah kedatangan seorang berjubah serba putih pakaiannya berambut hitan legam membawakan setalam emas untuk kita, beliau mengatakan ini pemberian TRuhan kepadamu yaitu sebagian pahala yang diberikan di dunia. Beliau berpesan agar kita lebih rajin lagi menunaikan shalat dan beribadah lainnya.” Kemudian, Rofiqoh meneruskan ceritanya, “Kujual sekping emas dan kubelikan makanan dan peralatan ini karena aku sudah tak tahan lagi mendengar tangis anak kita yang terus menerus.” Demikian jelas Rofiqoh.
Meskipun masih setengah hati Riyadi mencoba mempercayainya cerita istrinya tersebut, karena ia yakin betul bahwa Rofiqoh adalah wanita yang selalu setia kepadanya. Meskipun dalam benaknya masih menyimpan segudang pertanyaan yang belum terjawab. Apakah mungkin Allah akan memberikan rizki semudah ini? Atau ini hanya akal – akalan istrinya belaka? Atau mungkin yang lain.
Tiba – tiba mata Rofiqoh tertuju kepada karung yang dibawa suaminya sepulang kerja tadi, sembari menanyakan kepadanya. “kamu juga dapat pekerjaan Mas? Dimana? Kerja apa? Dan telah memperoleh beras ini?” begitu istrinya melemparkan pertanyaan secara beruntun. Dengan nada yang berat sekali Riyadi hanya mampu berucap “Ya!” maka didekatinya karung tersebut dan Rofiqohpun membukanya, “Wah! Putih benar beras ini akan segera ku tanak untuk makan malam nanti”.
Hampir – hampir tak percaya Riyadi tercengang, pasir yang ia kantongi dalam karung ternyata berubah menjadi beras betul. Kemudian iapun tersungkur sujud syukur kepada Allah sambil menangis dan meneteskan air matanya. Iapun berkata “Alhamdulillah… ya Allah Engkau Maha Pengasih dan Penyayang, Kau perlihatkan kepadaku kebesaranMu.”
Sejak saat itulah Riyadi dan keluarganya menjadi orang yang bertaqwa kepada Allah semata, dan tak akan sekali – kali menyembah Tuhan selain Allah SWT. Iapun selalu berusaha menyadarkan ayahandanya dan kakaknya yang bernama Riyanto yang tadinya telah masuk Islam bersama Riyadi di hadapan sahabatnya yang bernama Sholeh.

VIII.       HAJI RIYADI DAN HAJJAH ROFIQOH YANG DERMAWAN
Dengan rizki yang diberikan oleh Allah SWT tersebut Riyadi dan istrinya menunaikan rukun Islam yang kelima yaitu ziarah ke tanah suci Makkah, selebihnya digunakannya mengembangkan usahanya dan bersedekah kepada fakir dan miskin, ia kembali lagi ke dunia perdagangan seperti dulu. Bahkan ia sekarang llebih termasyhur di kalangan masyarakatnya, itu semua berkat kedermawanannya yang dahulu belum dimilikinya.
Riyadi dan istrinya adalah cerminan keluarga yang bahagia dan sejahtera serta taat kepada Allah yang Maha Kuasa apabila didapatkannya rizki yang lebih maka ia bagi – bagikan kepada yang berhak menerimanya yaitu para fakir dan miskin.
Wassalam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar