Pergaulan dengan sesama manusia
Pada dasarnya kodrat manusia adalah
mahluk sosial, yang tidak pernah bisa lepas satu sama yang lainnya, bagi
seorang muslim tentu dapat berinteraksi kepada siapapun, bahkan bermu’amalat
dengan non Muslim islam memperbolehkan, seperti dicontohkan oleh Rosululloh
yaitu beliau pernah menjalin hubungan dagang dengan orang yahudi.
Namun apabila kita kaitkan dengan
ibadah, maka islam memberi batasan-batasan yang jelas, seperti di kemukakan
dalam surat Al kafirun ayat 1-6
قُلْ
يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ ﴿١﴾ لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ﴿٢﴾ وَلَا أَنتُمْ
عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٣﴾ وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَّا عَبَدتُّمْ ﴿٤﴾ وَلَا
أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ﴿٥﴾ لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ ﴿٦﴾
Artinya :
1. Katakanlah: "Hai orang-orang yang kafir,
2. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang
kamu sembah.
5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah
Tuhan yang aku sembah.
6. Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku".
Surah al Kafirun ayat 1 – 3
merupakan pernyataan tegas bahwa Tuhan yang disembah Nabi Muhammad saw dan para
pengikut beliau bukan apa yang disembah orang-orang kafir. Dan secara tegas
pula beliau menyatakan bukan penyembah apa yang disembah oleh orang-orang
kafir. Sebaliknya, orang-oarng kafir pun bukan penyembah Tuhan yang disembah
Nabi Muhammad saw. Dan antara keduanya
tidak akan ada titik temu, yang disebabkan kekufuran yang melekat pada diri orang-orang
kafir sehingga mereka tidak ada harapan baik masa kini maupun masa yang akan
datang
Pada ayat 4-5 ditegaskan kalau Nabi Muhammad saw memiliki memiliki
konsistensi dalam pengabdiannya. Artinya apa yang beliau sembah tidak akan
berubah-ubah. Cara ibadah kaum muslimin berdasarkan petunjuk Illahi, sedangkan
cara orang kafir berdasarkan hawa nafsu.
Melalui surah ini, Nabi Muhammad saw
ingin mengajarkan bahwa sebagai orang yang beriman, kita hendaknya mempunyai
kepribadian yang teguh dan kuat yang tidak tergoyahkan oleh apapun.
Ayat 6
mengemukakan adanya pengakuan eksistensi secara timbal balik, yaitu untukmu
agamamu dan untukku agamaku. Dengan demikian masing-masing dapat melaksanakan
apa yang dianggapnya benar dan baik, tanpa memaksakan pendapat kepada orang
lain dan sekaligus tidak mengabaikan keyakinan masing-masing.
Dalam ayat lain,
QS Yunus 40=41 Allah berfirman :
15.
Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah[1343] sebagai
mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan
Katakanlah: "Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan aku
diperintahkan supaya Berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan Kami dan Tuhan
kamu. bagi Kami amal-amal Kami dan bagi kamu amal-amal kamu.
tidak ada pertengkaran antara Kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan
kepada-Nyalah kembali (kita)".
[1343]
Maksudnya: tetaplah dalam agama dan lanjutkanlah berdakwah.
Jadi jelas sekali keterangan
diatas atas batasan wilayah kita bertoleransi terhadap sesame utamanya terhadap
Non muslim, tidak ada pertentangan antara orang islam dan non islam, artinya
boleh kita berinteraksi, komunikasi, ataupun bermuamalat dengan mereka, akan
tetapi, kita tidak diperkenankan memasuki wilayah ibadah, apalagi kita sampai
pada mengiyakan dan mengikuti ibadahnya / atau amalanya.
Ahirnya sebagai seorang muslim mari kita bedakan antara ibadah dan
muamalah, jangan sampai tercampuraduk, sehingga kita tidak bias memilah dan
memilih antara hablum minalloh dengan hablum minannasi. trimakasih
Dipersembahkan
oleh Al faqir ila rohmatillah
Drs, Nur Yasin
Ibnu Masykur
Menanggapi
batasan pergaulan ttg pesta natal bagi kaum muslimin.